Satria Pos, Purwokerto - Ratusan angkutan umum di Jawa Tengah bagian
selatan, Rabu, mogok massal sebagai bentuk protes terhadap kebijakan
pembatasan bersubsidi. Di Purwokerto, aksi mogok massal ini diikuti
ratusan angkutan penumpang maupun barang.
Para awak angkutan
memasang berbagai poster pada kendaraan mereka, antara lain, bertuliskan
“Tolong Rakyat Kecil Jangan Dibikin Susah, Permudah Solar”, “Di mana
Janji Pemerintah Menyejahterakan Rakyat”, “Cilacap Gudang Solar, Kenapa
Solar Susah”, dan “Sedina Ngode, Rong Dina Prei [Sehari bekerja, dua
hari libur]“.
Sebelum berunjuk rasa, para awak angkutan berkumpul
di perempatan Tanjung, Purwokerto, guna menghentikan angkutan umum yang
datang dari arah Cilacap dan memintanya untuk ikut mogok massal puluhan
penumpang bus terpaksa turun di tempat itu. Oleh karena itu, arus lalu
lintas dari arah Purwokerto menuju Cilacap dan Bandung menjadi macet
sehingga petugas Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Banyumas meminta
awak angkutan menggeser kendaraan ke Jalan Raya Gerilya. Selanjutnya,
awak angkutan membawa kendaraan mereka ke SPBU
Gerilya Tanjung dan
berhenti di tempat itu guna menunggu rekan-rekannya.
Saat ditemui
di sela aksi mogok, Ketua Paguyuban Sopir Material Banyumas Satria
(Pasma) Narikun mengatakan bahwa para awak angkutan menuntut kemudahan
memperoleh solar. “Dalam beberapa pekan terakhir, kami sulit mendapatkan
solar sehingga aktivitas pun terganggu. Kami menuntut agar solar
dipermudah,” katanya. Dia mengaku melibatkan sedikitnya 60 angkutan
material dalam aksi mogok massal ini.
Secara terpisah, Penasihat
Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Banyumas Sutanto
mengatakan bahwa pemimpin adalah pengayom masyarakat di bumi. “Kalau
memang Pemerintah menghendaki dinaikkan, naikkan saja, jangan seperti
ini. Jangan menelantarkan pengusaha, sopir, serta karyawan termasuk
istri dan anak,” katanya.
Pilih Harga Naik
Pembatasan solar bersubsidi ini, kata dia, dapat mengacaukan berbagai
aktivitas masyarakat. Dalam hal ini, dia mencontohkan sopir angkutan
pasir yang mengatakan kepada istrinya jika hendak berangkat bekerja.
Akan tetapi, sopir itu ternyata hanya nongkrong di SPBU guna mendapatkan
solar. Setelah mendapatkan solar, sopir itu menuju ke tempat
penampungan pasir. Namun, ternyata sudah ditutup oleh pemiliknya karena
sepanjang hari tidak ada truk yang bisa mengangkutnya.
“Ini kacau
dan hampir setiap hari terjadi. Kalau tidak ada revisi atau kebijakan
yang lebih baik, akibatnya juga tidak baik,” kata Sutanto. Ia mengaku
bahwa dirinya khawatir nantinya akan terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan masyarakat. “Padahal, Banyumas selalu mengutamakan iklim yang
sejuk. Apa harus dipancing seperti ini dan dapat berakibat yang tidak
baik? Kami tidak mengharapkan itu,” katanya.
Menurut dia,
pengusaha angkutan tidak mempermasalahkan jika terjadi kenaikan harga
solar, termasuk kemungkinan tidak adanya subsidi bagi bahan bakar minyak
ini. “Kalau memang naik, tidak masalah, kita nantinya tinggal
menyesuaikannya. Akan tetapi, kalau terus-terusan seperti ini, pengusaha
dan awak angkutan tidak percaya lagi,” katanya.
Setelah berkumpul di SPBU Gerilya Tanjung, awak angkutan selanjutnya berkonvoi menuju Alun-Alun Purwokerto.
Dari
pantauan pada Rabu pagi tidak terlihat adanya angkutan penumpang yang
melintas di sejumlah ruas jalan di Kabupaten Banyumas, Cilacap, dan
Purbalingga.
Sumber : SoloPos